Selasa, 20 Mei 2014

kunci gitar titip rindu buat ayah

Intro : A F#m D Bm E
        C#m D A D E A
        D A D A

A                     D
Di matamu masih tersimpan
             A
Selaksa peristiwa
E                        D
Benturan dan hempasan terpahat
         A
Di keningmu
E                
Kau nampak tua dan lelah
     Bm
Keringat mengucur deras
E                 A           D
Namun kau tetap tabah ehemm
A                       D
Meski nafasmu kadang tersengal
Bm                       E
Memikul beban yang makin sarat
          A        D A D A
Kau tetap bertahan

Reff
A                       D                   A
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
E                        D           A
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
E                           Bm
Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari
E                     A         D
Kini kurus dan terbungkuk ehemm
A                        D
Namun semangat tak pernah pudar
Bm                      E
Meski langkahmu kadang gemetar
          A
Kau tetap setia
D   E                  A
Ayah dalam hening sepi kurindu
D    E                  A
Untuk menuai padi milik kita
       Bm              E       A
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
       Bm              E            A   D A D A
Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Marry you - bruno mars

marry you MVIt's a beautiful night
malam itu adalah malam yang indah
We're looking for something dumb to do
kita mencari sesuatu yang bodoh untuk dilakukan
Hey baby
hey sayang,
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu

Is it the look in your eyes
apakah aku melihat kedalam matamu
Or is it this dancing juice?
ataukah jus yang menari2
Who cares, baby
siapa peduli sayang,
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu

Well, I know this little chapel
well, aku tahu gereja kecil ini
On the boulevard we can go
kita bisa pergi melalui jalan raya
No one will know
tak seorangpun akan tau
Oh, come on girl
oh ayolah sayang

Who cares if we're trashed
siapa apeduli jika kita dihalangi
Got a pocket full of cash we can blow
mendapat sekantung penuh uang yang bisa kita hamburkan
Shots of patron
menembak penghalang
And it's on, girl
dan itu berrhasil, sayang

Don't say no, no, no, no, no
jangan katakan tidak
Just say yeah, yeah, yeah, yeah, yeah
hanya katakan yaaa
And we'll go, go, go, go, go
dan kita akan pergi
If you're ready, like I'm ready
jika kau siap, sebagaimana aku siap

'Cause it's a beautiful night
karna ini adalah malam yang indah
We're looking for something dumb to do
kita mencari hal bodoh untuk dilakukan
Hey baby
hey sayang
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu

s it the look in your eyes
apakah aku melihat kedalam matamu
Or is it this dancing juice?
ataukah jus yang menari2
Who cares, baby
siapa peduli sayang,
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu


I'll go get a ring
aku akan pergi untuk mendapatkan cincin
Let the choir bells sing like
biarkan paduan suara lonceng bernyanyi seperti
Ooh, so what ya wanna do?
ouhh, jadi pa yang ingin kau lakukan?
Let's just run, girl
ayo, hanya berlari sayang

If we wake up and you
jika kita bangun dan kau
Wanna break up, that's cool
ingin berpisah, itu keren
No, I won't blame you
tidak, aku tak ingin menyalahkan mu
It was fun, girl
itu sangat menyenangkan, sayang

Don't say no, no, no, no, no
jangan katakan tidak
Just say yeah, yeah, yeah, yeah, yeah
hanya katakan yaaa
And we'll go, go, go, go, go
dan kita akan pergi
If you're ready, like I'm ready
jika kau siap, sebagaimana aku siap

'Cause it's a beautiful night
karna ini adalah malam yang indah
We're looking for something dumb to do
kita mencari hal bodoh untuk dilakukan
Hey baby
hey sayang
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu

s it the look in your eyes
apakah aku melihat kedalam matamu
Or is it this dancing juice?
ataukah jus yang menari2
Who cares, baby
siapa peduli sayang,
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu


Just say I do
hanya katakan aku bersedia
Tell me right now, baby
katakan padaku sekarang sayang
Tell me right now, baby, baby
katakan ipadaku sekarang sayang

Just say I do
hanya katakan aku bersedia
Tell me right now, baby
katakan padaku sekarang sayang
Tell me right now, baby, baby
katakan ipadaku sekarang sayang
translate by desi permata sari






'Cause it's a beautiful night
karna ini adalah malam yang indah
We're looking for something dumb to do
kita mencari hal bodoh untuk dilakukan
Hey baby
hey sayang
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu

s it the look in your eyes
apakah aku melihat kedalam matamu
Or is it this dancing juice?
ataukah jus yang menari2
Who cares, baby
siapa peduli sayang,
I think I wanna marry you
kurasa aku akan menikahimu
download mp3
marry you watch video

Senin, 10 Maret 2014

PENYIMPANGAN MUTU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERUSAKAN BAHAN PANGAN DALAM KEMASAN

A. PENYIMPANGAN MUTU
Penyimpangan mutu adalah penyusutan kualitatif dimana bahan mangalami penurunan mutu
sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia. Bahan pangan yang rusak mengalami perubahan
cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk dimakan karena mengganggu kesehatan.
Pada kondisi ini maka makanan sudah kadaluarsa atau melewati masa simpan (shelf life).
Penyusutan kuantitatif mengakibatkan kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian, dan ini
disebabkan oleh penanganan yang kurang baik atau karena gangguan biologi (proses fisiologi,
serangan serangga dan tikus). Susut kuantitatif dan susut kualitatif ini penting dalam pengemasan,
dan susut kualitatif lebih penting dari susut kuantitatif.
Pengemasan dapat mempengaruhi mutu pangan antara lain melalui:
1. perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas (monomer plastik,
    timah putih, korosi).                                                      
2. perubahan aroma (flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan O2. 

B. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA BAHAN PANGAN
Bahan pangan akan mengalami perubahan-perubahan selama penyimpanan, dan perubahan
ini dapat terjadi baik pada bahan pangan segar maupun pada bahan pangan yang sudah mengalami
pengolahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan biokimia, kimia atau
migrasi unsur-unsur ke dalam bahan pangan.
1. Perubahan Biokimiawi
Bahan-bahan pangan segar (belum terolah) misalnya biji-bijian, sayuran, buah-buahan, daging
dan susu akan mengalami perubahan biokimia setelah bahan-bahan ini dipanen atau dipisahkan dari
induknya. Bahan-bahan segar ini umumnya mengandung air yang cukup tinggi sehingga
memungkinkan adanya akifitas enzim dan menyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur,
aroma dan nilai gizi bahan. Contoh perubahan biokimiawi yang terjadi pada bahan pangan adalah
pencoklatan pada buah yang memar atau terkupas kulitnya, atau daging segar yang berubah warna
menjadi hijau dan berbau busuk.
2. Perubahan Kimiawi dan Migrasi Unsur-Unsur
Perubahan kimiawi yang terjadi pada bahan pangan disebabkan oleh penggunaan anioksidan,
fungisida, plastisizer, bahan pewarna dan pestisida yang dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan.
Pengemasan dapat mecegah terjadinya migrasi bahan-bahan ini ke dalam bahan pangan.
a. Keracunan Logam
Logam-logam seperti timah, besi, timbal dan alumunium dalam jumlah yang besar akan
bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Batas maksimum kandungan logam dalam
bahan pangan menurut FAO/WHO adalah 250 ppm untuk timah dan besi dan 1 ppm untuk timbal.
Logam-logam lain yang mungkin mencemari bahan pangan adalah air raksa (Hg), kadmiun (Cd),
arsen (Ar), antimoni (At), tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang dapat berasal dari wadah dan mesin
pengolahan atau dari campuran bahan kemasan.
Wadah dan mesin pengolahan yan telah mengalami korosi dapat menyebabkan pencemaran
logam ke dalam bahan pangan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya korosif adalah
asam organik, nitrat, oxidizing agent, atau bahan pereduksi, penyimpanan, suhu, kelembaban dan ada tidaknya bahan pelapis (enamel).
Keracunan yang diakibatkan logam-logam ini dapat berupa keracunan ringan atau berat
seperti mual-mual, muntah, pusing dan keluarnya keringat dingin yang berlebihan.
b. Migrasi Plastik Ke Dalam Bahan Pangan
Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam pembuatan plastik plastisizer, stabilizer dan
antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas dengan kemasan plastik dan
mengakibatkan keracunan. Monomer plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan manusia
adalah vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinilidenklorida dan styrene. Monomer vinil klorida
dan akrilonitril berpotensi untuk menyebabkan kanker pada manusia, karena dapat bereaksi dengan
komponen DNA yaitu guanin dan sitosin (pada vinil klorida) sedangkana denin dapat bereaksi
dengan akrilonitril (vinil sianida). Metabolit vinil klorida yaitu epoksi kloretilenoksida merupakan
senyawa yang bersifat karsinogenik. Tetapi metabolit ini hanya dapat bereaksi dengan DNA jika
adenin tidak berpasangan dengan sitosin.
Vinil asetat dapat menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati pada hewan. Vinil klorida dan
vinil sianida bersifat mutagenik terhadap mikroba Salmonella typhimurium. Akrilonitril dapat
membuat cacat lahir pada tikus-tikus yang memakannya.
Monomer akrilat, stirena dan metakrilat serta senyawa turunannya seperti vinil asetat,
polivinil klorida (PVC), kaprolaktan, formaldehida, kresol, isosianat oragnik, heksa-metilendiamin,
melamin, epidiklorohidrin, bispenol dan akrilonitril dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung.
Plastisizer seperti ester posporik, ester ptalik, glikolik, chlorinated aromatik dan ester asam
adipatik dapat menyebabkan iritasi. Plastisizer DBP (Dibutil Ptalat) pada PVC termigrasi cukup
banyak yaitu 55-189 mg ke dalam minyak zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak
kedele pada suhu 30oC selama 60 hari kontak. Plastisizer DEHA (Di 2-etilheksil adipat) pada PVC
termigrasi ke dalam daging yang dibungkusnya (yang mengandung kadar lemak 20-90%) sebanyak
14.5-23.5 mg/dm2 pada suhu 4oC selama 72 jam.
Plastisizer yang aman untuk kemasan bahan pangan adalah heptil ptalat, dioktil adipat,
dimetil heptil adipat, di-N-desil adipat, benzil aktil adipat, ester dari asam sitrat, oleat dan sitrat.
Stabilizer yang aman digunakan adalah garam-garam kalsium, magnesium dan natrium, sedangkan
antioksidan jarang digunakan karena bersifat karsinogenik.
Laju migrasi monomer ke dalam bahan yang dikemas tergantung dari lingkungan.
Konsentrasi residu vinil klorida awal 0.35 ppm termigrasi sebanyak 0.020 ppm selama 106 hari
kontak pada suhu 25oC. Monomer akrilonitril keluar dari plastik dan masuk ke dalam makanan
secara total setelah 80 hari kontak pada suhu 40oC. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak
monomer plastik yang termigrasi ke dalam bahan yang dikemas. Oleh karena itu perlu penetapan
tanggal kadaluarsa pada bahan yang dikemas dengan kemasan plastik.
Batas ambang maksimum dari monomer yang ditoleransi keberadaannya di dalam bahan
pangan ditentukan oleh hasil tes toksisitas (LD 50) serta jumlah makanan yang dikonsumsi/hari. Di
Belanda toleransi maksimum yang diizinkan adalah 60 ppm migran dalam makanan atau 0.12 mg/
cm2 permukaan plastik. Di Jerman toleransi maksimum yang diizinkan adalah 0.06 mg/cm2
lembaran plastik. Batas toleransi untuk monomer vinil klorida £ 0.05 ppm (di Swedia 0.01 ppm).
Kantong plastik polietilen dan polipropilen mempunyai daya toksisitas yang rendah yaitu dengan
ambang batas maksimum 60 mg/kg bahan pangan.
Metode dan alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan menganalisa migrasi
komponen plastik dalam bahan pangan adalah pelabelan radioaktif, termogravimetri,
spektrofotometer, Gas Chromatography (GC), High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS), yang dapat mendeteksi migran dengan kadar 10-20 gram – 10-6 gram.
Selain monomer plastik, timah putih (Sn) juga dapat bermigrasi pada makanan kaleng dengan
batas maksimum 250 mg/kg. Sn merupakan mineral yang secara alami terdapat pada bahan pangan
yaitu sebesar 1 mg/kg dan dibutuhkan oleh manusia dalam jumlah kecil. Dosis racun dari Sn adalah
5-7 mg/kg berat badan. Sn dapat mengkontaminasi bahan pangan melalui wadah/kaleng dan
peralatan pengolahan. 

C. KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS
Bahan kemasan seperti logam, gelas dan plastik merupakan penghalang yang baik untuk
masuknya mikroorganisme ke dalam bahan yang dikemas, tetapi penutup kemasan merupakan
sumber utama dari kontaminasi. Kemasan yang dilipat atau dijepret atau hanya dilapisi ganda
merupakan penutup kemasan yang tidak baik. Penyebab kontaminasi mikroorganisme pada bahan
pangan adalah :
- kontaminasi dari udara atau air melalui lubang pada kemasan yang ditutup secara hermetis.
- Penutupan (proses sealer) yang tidak sempurna
- Panas yang digunakan dalam proses sealer pada film plastik tidak cukup karena sealer yang
terkontaminasi oleh produk atau pengaturan suhu yang tidak baik.
- Kerusakan seperti sobek atau terlipat pada bahan kemasan.
Kemasan bahan pangan sangat mempengaruhi sterilitas atau keawetan dari bahan pangan yang
sudah disterilisasi, diiradiasi atau dipanaskan dengan pemanasan ohmic. Permeabilitas kemasan
terhadap gas akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, terutama terhadap
mikroorganisme yang anaerob patogen. Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap
kontaminasi mikroorganisme, maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan dari
serangan mikroorganisme. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis kemasan
yang baik untuk mencegah kontaminasi mikroba adalah :
a. Sifat perlindungannya terhadap produk dari masuknya mikroorganisme dari luar kemasan
ke dalam produk.
b. Kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisme di ruangan antara produk dengan
tutup (head space).
c. Serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas. 

D. KERUSAKAN MEKANIS
Faktor-faktor mekanis yang dapat merusak bahan-bahan hasil pertanian segar dan bahan
pangan olahan adalah :
a. Stress atau tekanan fisik, yaitu kerusakan yang diakibatkan karena jatuh atau oleh adanya
gesekan.
b. Vibrasi (getaran), yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan atau kemasan selama
dalam perjalanan atau distribusi. Untuk menanggulanginya dapat digunakan bahan anti
getaran.
Jenis perlindungan yang dapat diberikan kepada bahan pangan atau kemasan bahan pangan
untuk mencegah kerusakan mekanis tergantung dari model dan jumlah tumpukan barang atau
kemasan, jenis transportasi (darat, laut atau udara) dan jenis barang. Kemampuan kemasan untuk
melindungi bahan yan dikemasnya dari kerusakan mekanis tergantung pada kemampuannya
terhadap kerusakan akibat tumpukan di gudang atau pada alat transportasi, gesekan dengan alat
selama penanganan, pecah atau patah akibat tubrukan selama penanganan atau getaran selama
transportasi.
Beberapa bahan pangan misalnya buah-buahan yang segar, telur dan biskuit merupakan
produk yang sangat mudah rusak dan memerlukan tingkat perlindungan yang lebih tinggi untuk
mencegah gesekan antara bahan, seperti penggunaan kertas tissue, lembaran plastik, kertas yang
dibentuk sebagai kemasan individu (misalnya karton untuk telur, wadah buah dan lain-lain). Bahanbahan
pangan lain, dilindungi dengan cara mengemasnya dengan kemasan yang kaku dan
pergerakannya dibatasi dengan dengan kemasan plastik atau stretch/shrink film yang dapat
mengemas produk dengan ketat.
Peti kayu atau drum logam merupakan kemasan dengan perlindungan mekanis yang baik
Kemasan ini sekarang sudah digantikan dengan bahan komposit yang lebih murah yang terbuat dari
kotak serat (fiberboard) dan polipropilen. 

E. KADAR AIR DAN GAS
Kehilangan air atau peningkatan kadar air merupakan faktor yang penting dalam penentuan
masa simpan dari produk pangan. Kemasan memberikan kondisi mikroklimat bagi bahan yang
dikemasnya, dan kondisi ini ditentukan oleh tekanan uap air dari bahan pangan pada suhu
penyimpanan dan permeabilitas kemasan. Pengendalian kadar air pada kemasan dan bahan pangan
dapat mencegah kerusakan oleh mikroorganisme dan enzim, menurunnya nilai penampilan (tekstur)
bahan, kondensasi di dalam kemasan yang mengakibatkan pertumbuhan mikroba atau mencegah
freezer burn pada bahan pangan beku.
Pengaruh perubahan kadar air pada bahan pangan ditunjukkan oleh kurva isotermi sorpsi air
yang menggambarkan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif
keseimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau akivitas air (aw) pada suhu tertentu. Pada
umumnya kurva isotermi sorpsi bahan pangan berbntuk sigmoid (menyerupai huruf S) dan isotermi
sorpsi ini dapat menunjukkan pada kadar air berapa dicapai tingkat aw yang diinginkan ataupun
dihindari, serta terjadinya perubahan-perubahan penting kandungan air yang dinyatakan dalam aw.
Bentuk kurva isotermi sorpsi adalah khas untuk setiap bahan pangan, an daerah isotermiknya
dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung dari keadaan air di dalam bahan pangan tersebut.
Kurva isotermi sorpsi air dibagi menjadi 3 bagian seperti terlihat pada Gambar 2.1. Daerah I
merupakan absorpsi air yang bersifat satu lapis air (monolayer) dan berada pada RH antara 0-20%,
daerah II menyatakan terjadinya pertambahan lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer) yang
terjadi pada RH antara 20-70%, dan daerah III merupakan daerah dimana kondensasi air pada poripori
mulai terjadi (kondensasi kapiler) (Van den Berg and Bruin, 1981).
Bahan pangan yang mempunyai keseimbangan kelembaban relatif (RH) yang rendah, seperti
makanan kering, biskuit dan snack, membutuhkan kemasan dengan permeabilitas terhadap air yang
rendah agar tidak kehilangan kerenyahannya. Jika nilai aktivitas air (aw) dari bahan meningkat
sehingga sesuai dengan tingat aw yang dibutuhkan oleh mikroba, maka mikroba akan tumbuh dan
bahan menjadi rusak.

F. PERUBAHAN SUHU
 Pengaruh insulasi dari kemasan ditentukan oleh konduktivitas panas dan reflektivitas dari
kemasan. Bahan kemasan dengan konduktivitas panas yang rendah misalnya kotak karton,
polystirene atau poliuretan akan mengurangi pindah panas konduksi, dan bahan kemasan yang
reflektif seperti alumunium foil akan merefleksikan panas. Pengendalian suhu penyimpanan
merupakan hal penting untuk dapat menjaga bahan pangan dari perubahan suhu. Jika kemasan
dipanaskan misalnya sterilisasi dalam kemasan atau makanan siap saji yang dipanaskan di dalam
microwave, maka kemasan yang digunakan harus tahan terhadap suhu tinggi.
G. PENGARUH CAHAYA
Transmisi cahaya ke dalam kemasan dibutuhkan agar kita dapat melihat isi dari kemasan
tersebut. Tetapi untuk produk-produk yang sensistif terhadap cahaya, misalnya lemak yang akan
mengalami oksidasi dengan adanya cahaya atau kerusakan riboflavin dan pigmen alami, maka harus
digunakan kemasan yang opaq (berwarna gelap) sehingga tidak dapat dilalui oleh cahaya.
Jumlah cahaya yang dapat diserap atau ditransmisikan tergantung pada bahan kemasan,
panjang gelombang dan lamanya terpapar oleh cahaya. Beberapa bahan kemasan seperti polietilen
densitas rendah (LDPE) mentransmisikan cahaya tampak (visible) dan ultraviolet, sedangkan
kemasan polivinil klorida (PVC) mentransmisikan cahaya tampak tapi cahaya ultraviolet akan
diabsorbsi.
Perubahan yang terjadi akibat cahaya antara lain adalah :
1. Pemudaran warna, seperti pada daging dan saus tomat.
2. Ketengikan pada mentega (terutama jika terdapat katalis Cu).
3. Pencoklatan pada anggur dan jus buah-buahan
4. Perubahan bau dan menurunnya kandungan vitamin A,D,E,K dan C, serta penyimpangan
aroma bir. 

DAFTAR BACAAN
1. Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.
2. Van den Berg,C and S.Bruin, 1981. Water Activity and Estimation in Food System. In : L.B.
Rockland and G. F.Stewart (ed). Water Activity : Influences on Food Quality. Academic
Press, New York.
3. Winarno, F.G. 1990. Migrasi Monomer Plastik Ke Dalam Makanan. Di dalam : S.Fardiaz
dan D.Fardiaz (ed), Risalah Seminar Pengemasan dan Transportasi dalam Menunjang
Pengembangan Industri, Distribusi dalam Negeri dan Ekspor Pangan. Jakarta.
 

Penerapan SSOP (Sanitation Standard Operating Prosedure) Pada Proses Pembekuan Fiilet Ikan Kakap Merah




PENERAPAN SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) PADA PROSES  PEMBEKUAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp) BENTUK FILLET
 DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI KECAMATAN BEJI
PASURUAN JAWA TIMUR



PROPOSA PRAKTEK KERJA AKHIR
JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN









Oleh:






MUHAMMAD AINULYAQIN
NIT. 11.4.02.289



KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
AKADEMI PERIKANAN SIDOARJO
2014




I.              PENDAHULUAN



1.1   Latar Belakang

Seiring perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan kesadaran, pola pemikiran manusia yang semakin maju. Pola konsumsi manusia sebagai konsumen pun ikut berubah. Di abad 20 ini konsumen menjadi lebih selektif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. Konsumen makin menyadari tentang arti pentingnya kesehatan apalagi terkait dengan masalah makanan yang akan dikonsumsi. Konsumen di zaman modern seperti saat ini makin mengedepankan aspek mutu dan keamanan suatu bahan pangan. Mereka menuntut bahan pangan yang bermutu baik serta tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan tubuh.
Seiring berkembangnya zaman juga menuntut suatu unit pengolahan hasil perikanan mempunyai manajemen yang baik untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Sanitasi adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk phatogen serta membahayakan manusia. Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit dari konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor didalam pengolahan pangan yang berperan didalam pemindahan bahaya sejak penerimaan bahan baku sampai didistribusikan.
Untuk memanfaatkan peluang pasar ekspor yang begitu besar salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang akan dihasilkan adalah dengan menenerapkan aspek – aspek sanitasi dan hygiene pada unit pengolahan hasil perikanan, maka diperlukan penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) pada unit pengolahan hasil perikanan. Sistem SSOP  termasuk ke dalam pemenuhan program persyaratan dasar sistem HACCP. Pemenuhan ini berfungsi untuk melandasi kondisi lingkungan, pelaksanaan tugas, dan kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang diperlukan untuk memastikan bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan (Winarno dan Surono, 2004).
Ikan kakap merah merupakan salah satu komoditi ekspor dalam dunia perikanan Indonesia karena memiliki nilai jual tinggi serta banyak masyarakat yang menyukai ikan tersebut. Oleh karena itu pada Kerja Praktek Akhir ini penulis  mendalami penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) pada pembekuan ikan kakap merah bentuk fillet yang ada pada perusahaan. Hal inilah yang mendasari penulis mengambil judul “ Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) pada proses pembekuan fillet ikan kakap merah di PT. Inti Luhur Fuja Abadi, Kecamatan Beji, Pasuruan Jawa Timur “.



1.2       Maksud dan Tujuan

1.2.1      Maksud

Maksud dari Kerja Praktek Akhir (KPA) yang akan dilaksanakan ini adalah :
1.      Ikut berpartisipasi langsung pada kegiatan proses pembekuan fillet ikan Kakap merah di PT. Inti Luhur Fuja Abadi di Kecamatan Beji, Pasuruan Jawa Timur.
2.      Mempelajari tentang penerapan 8 aspek Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) paa proses pembekuan fillet ikan Kakap merah di PT. Inti Luhur Fuja Abadi di Kecamatan Beji, Pasuruan Jawa Timur.






1.2.2      Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktek Akhir (KPA) yang akan dilaksanakan ini adalah :
            Untuk menambah wawasan dan keterampilan tentang penerapan Prosedur Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) pada proses pembekuan fillet ikan kakap merah dan mengetahui secara langsung proses pembekuan fillet ikan kakap merah  di PT. Inti Luhur Fuja Abadi, Kecamatan Beji, Pasuruan Jawa Timur.




II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Deskripsi Ikan Kakap
           Ikan kakap di Indonesia sangat banyak jenisnya, terdiri dari beragam spesies dengan ukuran berbeda dan bentuk tubuh yang berbeda yaitu sekitar 103 spesies,  Namun, dari sekian banyak jenis ikan kakap dapat dikelompokan menjadi tiga suku, yaitu Lutjanus, Labotidae, Centropomidae. Ketiga suku tersebut hidup pada habitat yang berbeda. Lutjanus hanya hidup pada air laut, contohnya Lutjanus campechanus. Labotidae hidup di air laut dan payau, contohnya Labotes surinamensis. Sedangkan Centropomidae dapat hidup pada air laut, payau dan air tawar, contohnya Lates calcarifer (Said, 2007).
2.1.1  Klasifikasi Ikan Kakap Merah
Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga genus yaitu Lutjanus, Latidae dan Labotidae. Jenis-jenis yang termasuk Lutjanidae biasanya disebut kakap merah, dan jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang termasuk suku Latidae umumnya disebut kakap putih dan Lobotos surinamensis yang termasuk suku Lobotidae disebut kakap batu (Zulkarnaen, 2005).
Ciri-ciri kakap merah (Lutjanus sp.) juga diungkapkan oleh (Zulkarnaen, 2005), bahwa ikan tersebut  mempunyai tubuh yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taring-taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi caninnya yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam. Ikan kakap merah keluarga Lutjanidae mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
            Kingdom          : Animalia
            Philum             : Chordata
            Sub Philum     : Vertebrata
            Kelas               : Pisces
            Sub Kelas        : Teleostei
Ordo                : Percomorphi
Famili              : Lutjanidae
            Genus             : Lutjanus
            Spesies           : Lutjanus sanguineus
        

2.1.2.  Morfologi Ikan Kakap Merah
   Ikan kakap merah tergolong diecious yaitu ikan ini terpisah antara jantan dan betinanya. Ikan ini memiliki ciri-ciri yaitu badan memanjang melebar, gepeng, kepala cembung, bagian bawah penutup insang bergerigi, mulutnya terletak pada bagian ujung kepala (terminal), biasanya terdapat gigi taring (canine) pada bagian rahang atas. Bagian depan dari kepala tak bersisik, bagian depan dari tutup insang terdapat beberapa baris sisik, terdapat sirip punggung dengan 11 berjari-jari keras dan 14 berjari-jari lemah, sirip dubur dengan 3 berjari-jari keras dan 8 – 9 berjari-jari lemah.


2.1.3.  Kandungan Gizi Ikan Kakap Merah
           Kandungan gizi daging ikan berbeda-beda tergantung dari spesies ikan, tingkat umur, habitat dan kebiasaan makan ikan tersebut. Komposisi kimia ikan yang dominan adalah air. Kadar air dapat mempengaruhi kandungan lemak yang terdapatpada daging ikan tersebut. Makin tinggi kadar air maka makin rendah kadar lemaknya. Komposisi gizi ikan kakap merah dapat dilihat pada Tabel 1.

              Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ikan Kakap  Merah per 100 g
No
Komposisi kimia
Jumlah
1
2Lemak total
40 mg
2
Lemak jenuh
             12,4 mg
3
MUFA (Monounsaturated fat)
               6,4 mg
4
PUFA (Polyunsaturated fat)
             21,2 mg
5
EPA
11 mg
6
DHA
              117 mg
7
AA
38 mg
8
Kolesterol
21 mg
Sumber : FRDC (2006)

2.2       Ruang Lingkup Pembekuan
2.2.1    Pengertian Pembekuan
Pembekuan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan menggunakan suhu rendah yang bertujuan untuk menghambat perkembang biakan bakteri pembusuk. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Pembekuan ikan harus  dilakukan dengan cara yang baik, sebab jika tidak dilakukan dengan cara yang baik yang sesuai dengan GMP, dan SSOP maka proses pembekuan akan merusak produk yang dihasilkan sehingga bakteri akan berkembang dengan baik. Selama pembekuan banyak proses yang terjadi baik perubahan fisik, kimia maupun biologi, penyebab kerusakan ikan seperti pendinginan, sedangkan pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan. Jenis pembekuan terbagi menjadi dua golongan yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan pembekuan lambat (slow freezing). Faktor yang menentukan kecepatan pembekuan ikan diantaranya jenis Freezer, Suhu produk dalam pembekuan, tebal produk, bentuk produk dan jenis ikan (Murniyati dan Sunarman, 2000).

2.2.2    Prinsip Pembekuan Ikan
             Seperti pendinginan, pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh dibawah titik beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti sebelum dibekukan. Keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat, sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan dengan ikan yang hanya didinginkan (Murniyati dan Sunarman, 2000)
             Kematian bakteri dalam keadaan beku disebabkan oleh sebagian besar air dalam tubuh ikan telah berubah menjadi es dan persediaan cairan menjadi sangat terbatas. Dengan demikian, bakteri akan mengalami kesulitan untuk menyerap makanan, sehingga hidupnya terganggu karena bakteri hanya dapat menyerap  makanan dalam bentuk larutan. Cairan didalam sel bakteri yang ikut membeku mendesak dan memecah dinding sel, sehingga menyebabkan kematian bakteri.

2.2.3  Jenis Pembekuan
             Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) jenis pembekuan ikan berdasarkan panjang-pendeknya di bagi menjadi 2 yaitu yang pertama adalah Pembekuan lambat (slow freezing atau sharp freezing) pembekuan dengan waktu lebih dari 2 jam. Pembekuan lambat menghasilkan kristal yang besar-besar. Kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Tekstur daging ketika ikan dicairkan menjadi kurang  baik, ia menjadi berongga-rongga (keropos, honey combed), dan banyak sekali drip yang berbentuk. Selain itu pembekuan lambat juga menyebabkan penggumpalan dari garam dan enzim di dalam sel daging dalam bentuk larutan, menyebabkan enzim menjadi lebih aktif dan membuat perubahan-perubahan tekstur dan rasa yang tidak dikehendaki. Ikan yang dibekukan dengan lambat tidak dapat digunakan sebagai bahan bagi pengolahan-pengolahan tertentu misalnya pengalengan, pengasapan dan sebagainya. Kedua pembekuan cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari 2 jam. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan, jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang mengalami drip (Murniyati dan Sunarman, 2000)
2.2.4    Alat-Alat Pembekuan
     Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) alat yang digunakan untuk membekukan ikan disebu freezer. Frezer atau alat pendingin pada umumnya bekerja dengan menyerap panas dari produk yang didinginkan, dan memindahkan panas itu ke tempat lain dengan perantara bahan pendingin (refrigrant), misalnya amoniak dan Freon. Di dalam freezer, proses pendinginan iu dikendalikan dengan peralata-peralatan mekanis sehingga pembekuan berjalan dengan efektif dan efisien. Berdasarkan alat yang dipakai, cara pembekuan pada proses pembekuan dibagi menjadi 5 yaitu:
1)      Sharp Freezer, termasuk jenis pembekuan lambat, yaitu pada prosesnya produk diletakkan di atas rak yang terbuat dari pipa pendingin.
2)      Multi Plate Freezer (Contact Plate freezer), merupakan jenis pembekuan yang memanfaatkan susunan pelat aluminium sebagai pendingin, yaitu ikan dijepitkan di antara pelat – pelat tersebut. Cara pembekuan ini lebih efisien dan cepat membekukan produk.
3)      Air Blast Freezer, merupakan jenis pembekuan yang memanfaatkan udara dingin, yaitu dengan menghembuskan dan mengedarkan udara dingin ke sekitar produk secara continue.
4)      Immersion Freezer, pembekuan dilakukan dengan mencelupkan ikan ke dalam larutan garam (NaCl) bersuhu –170C, atau dengan menyemprot ikan memakai brine dingin, selain itu Immersion Freezer membekukan produk dalam larutan garam yang direfrigasi. Waktu pembekuanya tergolong cepat.
5)      Spray Freezer, pembekuan ini dengan cara menyemprot ikan dengan cairan dingin ke bagian tubuh ikan.

2.3     Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah

2.3.1    Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam fillet ikan kakap menurut SNI 01-2696.3-2006 harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat- sifat ilmiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.

2.3.2    Pengecekkan suhu
Menurut SNI 01-2696.3-2006 setelah dilakukan proses penerimaan bahan baku, kemudian di dalam perusahaan ikan harus dilakukan pengecekkan suhu menggunakan termometer untuk mengetahui apakah suhu ikan tersebut masih berada pada suhu antara 0-5oC atau masih berada di bawah suhu 50C ataukah sudah melebihi suhu tersebut. Sehingga dapat diketahui mutu dan kualitas dari bahan baku tersebut.
Pengecekkan suhu sebaiknya dilakukan dengan menggunakan thermometer elektronik agar proses pengecekkannya dapat dilakukan dengan cepat. Karena pengecekkan suhu ini dilakukan pada beberapa sampel ikan yang diambil atau sampel cukup banyak.

2.3.3 Sortasi
Bahan baku disortir menurut jenis dan ukurannya. Penyortiran perlu dilakukan untuk memperoleh keseragaman bahan baku yang digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran, jenis, dan mutunya (Hadiwiyoto, 1993).
Suseno (2008), menyatakan bahwa penyortiran perlu dilakukan berdasarkan jenis, dan ukurannya, sedangkan saat penyortiran karyawan harus menggunakan sarung tangan untuk mencegah timbulnya kontaminasi.
2.3.4    Penimbangan I
Ikan hasil sortasi di angkut ke bagian penimbangan. Ikan ditimbang lalu dicatat oleh petugas tally. Sistem pencatatan yang dilakukan yaitu tally hanya mencatat berat ikan berdasarkan jenis dan ukurannya. Tujuan penimbangan yaitu untuk mengetahui berat total ikan yang datang dari supplier dan menghitung berapa jumlah ikan tiap ukuran dan jenisnya serta sebagai pengawasan hasil sortasi (Suseno, 2008).
2.3.5    Penyisikan
Suseno, (2008) menyatakan bahwa penyisikan dilakukan di atas meja stainless steel yang dilapisi telenan di bagian atas meja tersebut. Penyisikan dilakukan sebersih mungkin dengan menggunakan alat penyisikan yang terbuat dari bahan stainless steel. Sebelum dilakukan penyisikan ikan ditumpuk di atas meja penysikan dengan diberi es curai.untuk mempertahankan system rantai dingin .
2.3.6    Pencucian I
Pada tahapan pencucian ini menggunakan air yang berasal dari PDAM dan menggunakan bak pencucian yang berukuran 1x2 m yang terbuat dari stainless steel. Pencucian ini dilakukan dengan merendam ikan dalam bak berupa cekungan yang ada disamping meja penyisikan. Dengan posisi yang dekat ini diharapkan agar mempermudah nantinya dalam pengangkatan ikan untuk pemfilletan (Suseno, 2008).
Pengawasan yang dapat dilakukan dalam proses ini adalah berupa cek suhu pada air pencucian dengan menggunakan thermometer digital suhu maksimal 5o C dan air pencucian harus segera diganti apabila terlihat keruh.

2.3.7    Pemfilletan
Bentuk dari fillet yang dihasilkan untuk ikan kakap merah adalah bentuk skin less natural cut yaitu satu potongan atau daging fillet tanpa adanya potongan dan kulit dari ikan juga masih ada. Peralatan yang bisa digunakan adalah pisau stainless steel yang benar-benar tajam, telenan, pengasah pisau, dan long pan plastik sebagai wadah / tempat hasil filetan. Pada proses pemfiletan menggunakan meja yang berbahan anti karat yang berukuran ± 1x12 m (Suseno, 2008).
Wijaya (2007), berpendapat bahwa bentuk dari fillet yang dihasilkan untuk ikan kakap merah adalah bentuk skin less natural cut yaitu satu potongan atau sayatan daging fillet tanpa adanya potongan dan kulit dari ikan juga masih ada.
Berikut adalah cara pemfilletan menurut Wijaya (2007) :
(1)    Letakkan ikan pada meja, dan alasi dengan telenan sebagai tatakan dengan kepala ikan berada di sebelah kanan.
(2)    Sayat daging ikan mulai dari belakang insang kearah punggung sampai ekor secara berulang - ulang sampai daging ikan sisi atas terlepas dari tubuh.
(3)    Lakukan pula hal yang sama pada sisi bawah secara berulang – ulang sampai daging ikan terlepas dari tubuhnya.
(4)     Ikan yang telah diambil daging sisi bagian atas kemudian dibalik sehingga  ekor berada di sebelah kanan.
(5)    Lakukan sayatan seperti pada bagian atas sampai daging ikan terlepas dari tubuhnya.
2.3.8    Triming (perapihan)
Setelah difillet, daging ikan dilakukan perapihan. Perapihan adalah suatu perlakuan untuk merapikan daging yang sudah disayat atau difillet yang bertujuan untuk menghilangkan seluruh bagian perut, daging merah dan bagian yang terpotong tidak rapi. Perapihan dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan fisik seperti kulit ikan sobek atau lecet. Perapihan menggunakan pisau menggunakan pisau dengan cara merapikan daging yang sudah disayat atau difillet yaitu pada bagian punggung, perut, dan ekor atau untuk menghilangkan seluruh bagian perut dan bagian yang terpotong tidak rapi. Karyawan yang melakukan pekerjaan tersebut harus memakai sarung tangan untuk menghindari terjadinya kontaminasi (Suseno, 2008).
2.3.9    Pencucian II
Pada pencucian ini dilakukan dengan menggunakan baskom dengan menggunakan air bersih dan diberi es curai didalam wadah / baskom. Tujuan dari pencucian ini adalah membersihkan daging fillet dari kotoran-kotoran yang menempel pada saat perapihan.
Pencucian ini dilakukan dengan cara mencelupkan satu persatu dari daging fillet dan dipastikan daging tersebut bersih dari kotoran-kotoran yang menempel pada saat perapihan. Pengawasan yang dilakukan pada proses ini adalah pergantian air yang dilakukan bila air terlihat keruh (Suseno, 2008).
2.3.10  Pembungkusan
Sebelum dibungkus dilakukan pencucian terlebih dahulu menggunakan air dingin yang diwadahi dengan baskom dan diberi es curai. Wadah yang digunakan adalah baskom plastik dengan ukuran 50x50 cm. pencucian dilakukan di atas meja stainless steel, menggunakan selang plastik yang berfungsi mengalirkan air pada wadah baskom. Pencucian ini bertujuan untuk mempermudah dalam melipat daging sesuai dengan bentuk dari daging dan juga untuk membersihkan daging dari kotoran yang menempel (Suseno, 2008).
Dalam pembungkusan yang perlu diperhatikan adalah cara melipat plastik, karena cara melipat akan mempengaruhi kenampakan fillet beku dan daya beli konsumen. Fungsi dari pembungkusan ini adalah untuk mencegah dehidrasi pada daging fillet selama pembekuan (Suseno, 2008).

2.3.11 Penyusunan Dalam Pan
Fillet ikan disusun dalam pan, pan yang terbuat dari alumunium dan ukurannya adalah 100 x 40 cm dan tingginya 15 cm. alat yang digunakan untuk mengangkut dan mengeluarkan yang berisi produk yang dibekukan adalah lori dengan jumlah muatan yang banyak dan mempunyai ukuran tinggi 1,5 m dengan lebar 0,5 m dan panjang 2 m yang dilengkapi dengan rak dan roda. Alat ini terbuat dari besi yang tahan karat (Suseno, 2008).
Karyawan yang ditugaskan untuk penyusunan dalam long pan ini adalah karyawan yang berasal dari tahap pembungkusan. Dalam penyusuan fillet, antara satu dengan yang lainnya tidak boleh berimpit yang akan menyebabkan kerusakan. Pada saat pembekuan karyawan harus menggunakan pakaian kerja yang lenkap agar produk benar-benar terhindar dari kontaminasi. Cara penyusunan dalam long pan yaitu bagian kulit diatas dan bagian perut di bawah dan tidak boleh terlalu banyak, dimana penyusunan maksimal 2 lapis untuk mempermudah dalam pembekuan (Suseno, 2008).


2.3.12 Pembekuan
Alat pembekuan yang sesuai digunakan untuk fillet adalah Air Blast Freezer (ABF) dengan kapasitas masing-masing 5 ton. Didalam ruangan tersebut rak-rak tersebut ditata sedemikian rupa agar kapasitas dapat mencapai batas maksimal kapasitas ruangan. Lama pembekuan ± 7-8 jam yang mana termasuk pembekuan lambat. Suhu pembekuan minimal -18o C dan maksimal 40o C (Suseno, 2008).
2.3.13 Penimbangan II
   Penimbangan II dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 20 kg. Penimbangan dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen. Tujuan penimbangan ini adalah untuk mengetahui berat berat bersih dari produk beku dan memudahkan dalam pengemasan karena begitu selesai ditimbang maka produk langsung dikemas (Suseno, 2008).
Fillet yang selesai dibekukan kemudian dikumpulkan dan diletakkan diatas meja penampumpungan, untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam keranjang kemudian dilakukan pengujian metal detecting. Penimbangan II atau penimbangan akhir dari produk ini adalah dilakukan dengan berat bersih pada masing-masing keranjang setelah ikan dibekukan dan penambahan berat 2,5 % sebagai toleransi berat untuk sekali penimbangan (Suseno, 2008).
2.3.14 Metal Detecting
Setelah selesai dilakukan penimbangan kemudian ikan yang sudah dibekukan dalam bentuk fillet tersebut kemudian dilakukan pengecekkan atau pengujian mutu dari adanya kotoran dari logam menggunakan metal detector. Hal ini untuk mengetahui adanya kandungan logam berat yang terdapat pada ikan misalnya paku kecil, peniti dan sebagainya yang mempunyai standart untuk logam berat seperti yang terdapat pada form pada metal detector merupakan alat yang cukup efektif untuk mempermudah pengawasan produk, baik mulai dari bahan mentah, produk setengah jadi sampai produk akhir serta untuk pemantauan terhadap kontaminasi yang berasal dari logam (Suseno, 2008).
2.3.15 Pengemasan
Pengemasan produk yang dibekukan harus teliti, teratur, dan padat tanpa rongga-rongga didalamnya. Bahan pengemas yang digunakan pada umumnya karton yang dilapisi dengan wax yaitu jenis lilin sehingga tidak rusak atau hancur oleh air. Tujuan dari pengemasan ini adalah untuk melindungi produk dan memberikan daya tarik. Pembungkusan dilakukan tidak hanya untuk melindungi produk tetapi juga memberikan daya tarik terhadap produk. Pembungkus harus kedap udara dan dapat menahan uap air untuk mengurangi oksidasi dan mencegah penguapan produk selama penyimpanan. Pengemasan didefinisikan sebagai pengurung produk dengan macam pengemasan seperti kantong plastik, kaleng, botol plastik dan wadah lainnya. Atau mengikuti fungsinya, pengemasan didefinisikan menahan, melindungi, memelihara, komunikasi dan kegunaan dari penampilan (Suseno, 2008).
2.3.16  Penyimpanan
Penyimpanan merupakan tahap akhir dari suatu proses fillet ikan dimana produk yang disimpan di dalam cold storage disimpan secara teratur sehingga terdapat rongga untuk sirkulasi udara. Selain itu untuk memudahkan pengambilan produk maka produk disusun sesuai dengan jenis dan tanggal produksinya, tetapi pada kenyataanya pada perusahaan tidak dilakukan yang baik, terlihat dari susunan produk yang acak-acakan dan tinggi penimbunan sudah mencapai langit-langit dari cold storage sehingga menyulitkan pada pengeluaran produk yang akan diekspor (Suseno, 2008).

2.4     Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
2.4.1  Pengertian Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
           Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP) adalah suatu prosedur sanitasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan mencakup kebiasaan atau standar perusahaan untuk dilaksanakan oleh perusahaan. SSOP merupakan salah satu persyaratan kelayakan dasar yang dimaksudkan untuk melakukan pengawasan terhadap kondisi lingkungan agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap produk yang dihasilkan, (Direktorat Jenderal Perikanan, 2000).
           Menurut Silvana (2010), SSOP merupakan prosedur-prosedur standar penerapan prinsip pengelolaan lingkungan yang dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene. Dalam pengolahan hasil perikanan Sanitation Standard Operating Procedures dapat diartikan sebagai kegiatan pengusaha untuk menciptakan keadaan yang baik bagi usaha pengolahan hasil perikanan yang dikelola sesuai dengan syarat-syarat kesehatan manusia. Sanitasi yang baik akan menghasilkan atau menciptakan kondisi pengolahan hasil perikanan yang higienis yang tujuan akhirnya menghasilkan produk hasil yang higienis.
2.4.2  Tujuan dan Fungsi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
            Menurut Thaheer (2005), sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit dari konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor didalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk sampai produk akhir didistribusikan. Menurut Arief (2008), penerapan SSOP di suatu perusahaan memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya adalah :
1.   Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim di unit kerja.
2.    Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
3.   Mengetahui dengan jelas hambatan – hambatannya dan mudah dilacak.
4.   Mengarahkan petugas atau pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
5.   Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.
2.5  8 Kunci Pengawasan Pelaksanaan SSOP
2.5.1   Keamanan Air dan Es
a.   Air
            Susiwi (2009) menyatakan bahwa, air merupakan komponen penting dlm industri pangan yaitu sebagai bagian dari komposisi, untuk mencuci produk, membuat es/glazing, mencuci peralatan, untuk minum dan sebagainya. Karena itu dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih (pipa saluran air harus teridentifikasi dengan jelas).
            Selanjutnya SNI 01-4872.3-2006 menyatakan bahwa, untuk menjamin ketersediaan bahan baku air yang memenuhi persyaratan mutu dan bebas bakteri pathogen dengan bahan baku air yang layak minum ditampung dalam tangki/bak penampungan tertutup yang saniter.
      Menurut Purnawijayanti (2001), air yang digunakan pada unit pengolahan ikan yaitu air yang memenuhi standart air minum. Syarat-syarat air yang dapat diminum antara lain :
·      Bebas dari bakteri berbahaya serta bebas dari ketidakmurnian kimiawi.
·      Bersih, jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
·      Tidak mengandung bahan tersuspensi (penyebab keruh).
·      Konstruksi dan desain pipa air dapat mencegah kontaminasi.
·      Bak mengandung air agar terbuat dari bahan yang tidak korosi dan tidak mengandung bahan kimia beracun.
·      Pipa saluran air bersih jangan diletakkan berdampingan dengan pipa pembuangan limbah cair atau saluran pembuangan limbah cair.
b.   Es
           Es harus terbuat dari air bersih yang memenuhi persyaratan air minum sesuai dengan SNI 01-4872.1-2006 tentang spesifikasi es untuk penanganan ikan yang menyatakan bahwa es yang digunakan es yang berasal dari air yang memenuhi persyaratan mutu air minum yang dibekukan dalam bentuk keping (flake ice), tabung (tube ice), kubus (cube ice) dan pelat (plate ice). Menurut Murniyati dan sunarman (2000), berdasarkan bentuknya es dibagi menjadi 5 bentuk yaitu:
1.   Es balok (Block ice), berupa balok berukuran 12-60 kg perbalok. sebelum dipakai, es balok terlebih dahulu harus dipecah. 
2.   Es Tabung (tube ice), berupa tabung kecil-kecil yang siap untuk dipakai.
3.   Es keping tebal (plate ice), berupa lempengan besar dan tebal (8-15 mm), kemudian dipecahkan menjadi potongan kecil (diameter kurang dari 5 cm).
4.   Es keping tipis (flake ice), berupa lempengan-lempengan tipis, (tebal 5 mm, diameter ±3 cm).
5.   Es halus (slush ice), berupa butiran halus (diameter ±2 mm) dan lembek, dan umumnya sedikut berair. Mesin yang digunakan untuk membuat es ini pada umumnya kecil dan dipakai oleh pabrik pengolahan ikan untuk memproduksi es dalam jumlah kecil untuk mengawetkan ikan dilingkungan pabrik. Dalam penggunaan es harus ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan kontaminasi dari luar.
            Prosedur pasokan air dan es menurut Purnawijayanti (2001), yaitu :
·      Perusahaan menggunakan air dari PAM untuk pengolahan ikan serta membuat es bagi kepentingan pengolahan.
·      Minimal 6 bulan sekali air diperiksa kualitasnya secara laboratorium atau dilakukan pemeriksaan mendadak bila sebelum 6 bulan diduga terjadi hal – hal di luar kondisi umum.
2.5.2      Kondisi Permukaan Yang Kontak Dengan Produk
            Menurut Thaheer (2005), semua peralatan dan pakaian kerja yang berkontak langsung dengan produk terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, dari bahan tidak beracun serta dirancang sesuai dengan penggunaannya. Selain itu semua permukaan kerja, peralatan, dan perkakas yang digunakan di tempat penanganan dan yang kontak dengan produk harus terbuat dari bahan yang tidak mengandung zat beracun, bau, atau rasa, tidak menyerap, tahan karat, mampu menekan efek pencucian berulang – ulang.
           Susianawati (2006) menambahkan, bahwa permukaan yang kontak dengan pangan harus bersih dan diinspeksi oleh Supervisor sanitasi untuk memastikan bahwa kondisinya cukup bersih. Sebelum kegiatan dimulai, permukaan yang kontak dengan pangan dibersihkan dengan air dingin dan disanitasi dengan jenis sanitizer Sodium hypoklorite 100 mg/L. Selama istirahat, kotoran dalam bentuk padatan harus dihilangkan dari lantai, peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan. Peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan dibersihkan dengan sikat dan pembersih alkalin terklorinasi pada air hangat. Permukaan dan lantai dibersihkan dengan air dingin.
2.5.3      Pencegahan Kontaminasi Silang
            Kontaminasi silang sering terjadi pada industri pangan akibat kurang dipahaminya masalah ini. Beberapa hal untuk pencegahan kontaminasi silang adalah tindakan karyawan untuk pencegahan, pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi, desain sarana prasarana. Perancangan atau tata letak juga harus dapat mencegah kontaminasi silang. Selain itu, harus dijamin juga adanya pemisahan dan perlindungan produk selama penyimpanan, pembersihan, dan sanitasi daerah penanganan atau pengolahan pangan serta peralatan ditangani dengan baik (Silvana, 2010).
    Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan dan pelaksanaan penerapan SSOP untuk melakukan pencegahan kontaminasi silang. menurut Susianawati (2006) adalah sebagai berikut :
1.   Pada saat kegiatan karyawan tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan produk.
2.   Supervisor produksi mengawasi kegiatan karyawan dengan frekuensi sebelum kegiatan dan setiap 4 jam selama proses berlangsung.
3.   Sampah dipindahkan dari area proses selama kegiatan produksi berlangsung dengan frekuensi monitor setiap 4 jam.
4.   Lay out dan desain bangunan pabrik di bangun pada kondisi yang baik. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (2000), desain bangunan pabrik yaitu:
·         Bangunan unit pengolahan dan sekitarnya harus dirancang dan ditata, sehingga ruangan dipisahkan dengan batas dan alur yang jelas.
·         Lantai yang sifatnya basah harus cukup kemiringannya, tahan lama dan mudah dibersihkan, pertemuan lantai dengan dinding melengkung, terbuat dari bahan yang kedap air, batu, beton dan tile keramik.
·         Permukaan dinding harus kedap air, permukaan halus dan rata, berwarna terang, ketinggian dinding 2 meter, harus dapat dicuci, tahan terhadap bahan kimia dan tidak boleh ditempatkan sesuatu yang mengganggu operasi pembersihan. Pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai tidak boleh membentuk sudut mati, harus melengkung dan rapat air.
·         Langit-langit tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan, dan sambungan terbuka, kedap air dan berwarna terang, tidak boleh ada pipa diatas, tinggi minimum 3 m dan dicat anti jamur.
·         Ventilasi cukup menjamin sirkulasi udara, menghilangkan bau, mencegah pengembunan dan pertumbuhan jamur, menghindari panas yang berlebihan, dilengkapi kasa tahan karat yang bisa dilepas untuk dibersihkan.
·         Ruangan kerja mendapatkan penerangan cahaya merata, lampu tidak merubah warna produk dan lampu dilindungi dengan pengaman.
·         Permukaan pintu tahan karat, halus, rata, tahan air dan mudah dibersihkan. Pintu dirancang sehingga dapat menutup dengan sendirinya dan cukup lebar.

2.5.4      Kondisi Kebersihan Toilet dan Tempat Cuci Tangan
            Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan tidak berdekatan dengan area pengolahan (Silvana, 2010). Menurut Thaheer (2005), unit pengolahan harus dilengkapi toilet yang cukup untuk seluruh karyawan dan dipisahkan antara toilet pria dan wanita. Toilet harus dilengkapi dengan ventilasi dan dalam kondisi higienis, toilet dan cuci tangan harus dilengkapi dengan air yang cukup.
           Sedangkan menurut Susianawati (2006), toilet dan fasilitasnya harus dilengkapi dengan pintu yang dapat tertutup secara otomatis, selalu terpelihara dengan baik dan tetap bersih, disanitasi setiap hari pada akhir operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus ada air mengalir, sabun pembersih berbentuk cair, desinfektan dan penyediaan pengering/lap. Toilet harus dilengkapi dengan ventilasi dan dalam kondisi higienis, toilet dan cuci tangan harus dilengkapi dengan air yang cukup. Perbandingan jumlah toilet dengan jumlah karyawan adalah sebagai berikut :
1 – 9 karyawan       = 1 toilet
10 – 24 karyawan   = 2 toilet
25 – 49 karyawan   = 3 toilet
50 – 100 karyawan = 5 toilet
Diatas 100 pekerja, setiap penambahan 30 karyawan membutuhkan 1 toilet.

2.5.5      Pengendalian Bahan Kimia, Pembersih dan Sanitizer
            Pemilihan bahan pembersih tergantung dari beberapa faktor yaitu : jenis dan jumlah cemaran yang akan dibersihkan, sifat bahan permukaan yang akan dibersihkan, misalnya aluminium, baja tahan karat, karet, plastik atau kayu, sifat fisik senyawa bahan pembersih (cair atau padat), metode pembersihan, mutu air yang tersedia dan biaya. Bahan yang baik memiliki syarat – syarat yaitu ekonomis, tidak beracun, tidak korosif, tidak menggumpal dan tidak berdebu, stabil selama penyimpanan dan mudah larut dengan sempurna (Thaheer, 2005).
            Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa, bahan pembersih yang baik memenuhi persyaratan yaitu ekonomis, tidak beracun, tidak korosif, tidak menggumpal, tidak berdebu, mudah diukur, bersifat destruktif mikroba yang efektif, sifat membersihkan yang baik, tidak menimbulkan iritasi, stabil selama penyimpanan dan mudah larut dengan sempurna. Untuk bahan pembersih yang sering digunakan yaitu pembersih alkali, sabun, asam, dan deterjen. Terdapat 2 jenis sanitiser yaitu:
a.   Sanitiser non kimia dapat mematikan mikroorganisme melalui aktivitas fisik dari energi yang dimiliki. Contoh sanitizer non kimia yaitu uap, air panas, radiasi.
b.   Sanitiser kimia (desinfektan) adalah senyawa kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme. Contohnya desinfektan berbahan dasar klorin, desinfektan berbahan dasar iodin, senyawa amonium kuartener, dan surfaktan anionik asam. Desinfektan tidak memiliki daya penetrasi sehingga tidak mampu mematikan mikroorganisme yang terdapat dalam celah-celah, lubang, atau dalam cemaran mineral.
           Senyawa yang banyak digunakan pada industri pengolahan hasil perikanan yaitu klorin, hipoklorit, gas klorin, trisodium posphat terklorinasi, kloramin, klorin dioksida, turunan asam isosianurat, diklorosodium metilidantion, quats, iodhopor. Namun yang selama ini dipakai secara luas yaitu klorin karena keunggulanya yaitu aktivitas spektrumnya luas, efektif terhadap bakteri gram negatif dan positif serta spora bakteri, harga murah, mudah didapat dan tidak terpengaruh air sadah. Namun memiliki kekurangan yaitu menyebabkan korosi (pada pH tinggi). Jumlah klorin yang digunakan tidak boleh terlalu sedikit (tidak bermanfaat), tidak boleh terlalu banyak (menimbulkan bau tidak sedap).
           Penggunaan bahan pembersih dan sanitizer harus mentaati aturan pakai yang dikeluarkan oleh produsen, serta menghindari usaha melakukan pencampuran berbagai bahan kimia yang tidak dipahami benar reaksinya. Bahan kimia seharusnya disimpan dalam ruang terpisah dari ruang penyimpanan produk olahan dan bahan pengemas. Bahan kimia desinfektan harus dipisah penyimpanannya dengan bahan kimia yang ditambahkan dalam bahan makanan. Setiap kemasan bahan harus diberi label yang mempunyai identitas jelas.
2.5.6      Syarat Label dan Penyimpanan
            Label pada produk pangan sangat penting keberadaannya bagi produsen maupun konsumen, bagi produsen label dapat menjadi media informasi dan daya tarik sehingga konsumen berminat untuk membeli. Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus diberi label dengan betul dan mudah dibaca yang memberikan keterangan untuk memudahkan konsumen mengerti produk tersebut.
            Bahan – bahan pembungkus untuk produk beku harus cukup kuat, tahan perlakuan fisik, mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, gas dan bau, tidak mudah ditembus lemak atau minyak, tidak boleh meningkatkan waktu pembekuan, tidak boleh melekat pada produk dan tidak boleh menulari produk. Karton untuk produk beku harus cukup kuat, kedap air dan tahan kotor, karton sebaiknya dilapisi lilin, plastik atau vernis baik pada salah satu atau kedua permukaannya. Master karton untuk pewadahan dalam perdagangan besar harus ringan dan kuat, harus memberi perlindungan yang baik untuk produk akhir (Thaheer, 2005)
           Tujuan pelabelan dan penyimpanan menurut Susiwi (2009) adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah untuk proteksi produk dari kontaminasi. Hal yang harus diperhatikan dalam pelabelan wadah untuk kerja harus menunjukkan :
·      Nama bahan/larutan dalam wadah
·      Petunjuk penggunaannya
·      Penyimpanan seharusnya tempat dan akses terbatas;
·      Memisahkan bahan food grade dengan non food grade;
·      Jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk;
·      Penggunaan bahan toksin harus menurut instruksi perusahaan produsen;
·      Prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk.

2.5.7      Kondisi Kesehatan Karyawan
            karyawan sebagai pelaksana yang melakukan kontak langsung  selama proses produksi sangat menentukan kualitas hygiene hasil produk. Dengan demikian sanitasi dan hygiene pekerja sangat menentukan sanitasi dan hygiene produk akhir. Semua karyawan harus mengenakan pakaian kerja, penutup kepala dan penutup mulut saat bekerja, termasuk sepatu boot khusus. Sedangkan pekerja yang berhubungan dengan kegiatan basah harus dilengkapi dengan apron yang tahan air (water proof). Pakaian pekerja tidak boleh dikenakan di luar ruang produksi dan tidak boleh dikenakan dari rumah untuk itu harus disediakan ruangan ganti bagi para pekerja. Selama bekerja, pekerja tidak boleh menggunakan parfum, minyak rambut dan perhiasan. Para pekerja harus mengurangi kegiatan memegang anggota tubuh yang tidak perlu (menggaruk - garuk) dan tidak boleh membawa makanan dan minuman di ruang produksi. Sebelum memasuki ruang produksi pekerja dengan sepatu bootnya harus mencelupkan kakinya ke dalam bak pencuci kaki yang diisi desinfektan (klorin 200 ppm) yang dibuat didepan pintu masuk ruang produksi, (Thaher, 2005).
 Susiwi, (2009) menambahkan bahwa pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih dan sehat, karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan makanan. Kondisi karyawan yang sakit, luka, dan kondisi tidak sehat lain, dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobiologi. Beberapa tanda kesehatan yang perlu diperhatian antara lain diare, demam, muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine.
2.5.8      Pengendalian Pest
            Disekitar pabrik dan ruang proses tidak boleh ada pest, serangga serta burung dan binatang peliharaan lainnya. Maka prosedurnya harus dipasang alat perangkap pada tempat – tempat yang menjadi tempat kemungkinan masuknya tikus, semua celah dan pintu diberi tirai plastik untuk menghindari masuknya lalat, dipasang insect killer di depan pintu masuk ruang proses. Untuk mengantisipasi binatang pengganggu maka tutup semua pintu masuk ruang produksi dengan tirai plastik, tutup semua lubang yang terdapat dalam ruang produksi dengan kawat nyamuk (Thaheer 2005).
            Purwaningsih (1995) menambahkan, bagian pengolahan dan penanganan yang berhubungan dengan lingkungan luar harus dilengkapi alat untuk mencegah burung, serangga, tikus dan binatang lainnya. Jalan atau lubang tikus dan serangga harus ditutup dengan screen (saringan) logam tahan karat. Pembasmian serangga dengan pestisida harus mendapat persetujuan pemerintah dan penggunaannya harus dalam pengawasan.
  Menurut Susiwi (2009), pemberantasan hama pengerat dilakukan dengan menggunakan jebakan tikus, agar lebih efisien dan aman. Ada beberapa pest yang mungkin membawa penyakit pada produk atau makanan antara lain :
1.   Lalat dan kecoa: mentransfer Salmonella, Streptococcus, C.botulinum, Staphyllococcus, C.perfringens, Shigella.
2. Binatang pengerat : sumber Salmonella dan parasit
3. Burung : pembawa variasi bakteri patogen  Salmonella dan Listeria .

III.   METODOLOGI



3.1        Waktu dan Tempat Kerja Praktek Akhir (KPA)

Kerja Praktek Akhir (KPA) ini dilaksanakan mulai tanggal 24 Maret sampai dengan  09 Mei 2014 di PT. Inti Luhur Fuja Abadi Kecamatan Beji, Pasuruan Jawa Timur.

3.2        Metode Kerja Praktek Akhir (KPA)
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan KPA ini adalah metode survei dan magang. Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 1988).
Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan di lapangan digunakan metode magang. Magang adalah hubungan langsung antara seorang dengan orang lain dalam penyampaian dan penerimaan informasi, interaksi pembelajaran terjadi melalui komunikasi antar pesona antara pemberi dan penerima pesan. Melalui magang seseorang yang memiliki pengalaman tertentu menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah ia miliki kepada orang lain yang belum berpengalaman dan yang lebih dahulu memiliki pengalaman dan keahlian tertentu sehingga  pemagang memiliki pengalaman atau keahlian itu kemudian setelah terjadi penerimaan pengalaman atau keahlian, pemagang mampu melakukanya sendiri (Sudjana, 2004).
3.3        Sumber Data
            Menurut Umar (2005), berdasarkan sumbernya data dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
·      Data primer adalah data yang diperoleh langsung atau merupakan data  yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Misalnya: jenis bahan baku, proses pembekuan dan penerapan SSOP pada pabrik tersebut. Sumber data primer diperoleh secara langsung pada saat kegiatan magang dilakukan.
·      Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung. Data diperoleh dari lembaga perpustakaan yang terkait dengan obyek yang diteliti. Misalnya: Jumlah karyawan, jenis peralatan, jumlah peralatan yang dimiliki dan keadaan umum perusahaan. Sumber data sekunder diperoleh dari literatur, pustaka, laporan dan jurnal-jurnal penelitian.

3.4        Teknik Pengumpulan Data
3.4.1      Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti (Usman dan Purnomo, 2006). Observasi yang dilakukan yaitu bagaimana penerapan SSOP pada proses pembekuan ikan mulai dari penerimaan bahan baku sampai penyimpanan.
3.4.2      Wawancara
Sedangkan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bartatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir, 1988).
3.4.3      Partisipasi
Partisipasi adalah mengikuti secara aktif di lapangan, bagaimana proses produksi dari awal hingga akhir (Narbuko dan Achmadi, 2001).

3.5.1      Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
3.5.1    Teknik Pengelolahan Data
Dalam Kerja Praktek Akhir (KPA), data yang diperoleh diolah dengan metode:
·         Editing
Tahapan editing merupakan kegiatan memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Tujuan daripada editing adalah untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan sampai sejauh mungkin (Nazir, 1988).
·         Tabulating
Tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel, jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori jawaban kemudian dimasukkan dalam tabel. Tujuan dari tabulating ini adalah agar  data dari hasil pengamatan yang telah diolah dalam bentuk tabel bisa mempermudah dalam melaksanakan analisis data lebih lanjut (Narbuko dan Achmadi, 2001).


3.5.2    Analisis Data
            Analisis data adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penggunaan analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. (Nazir, 1988).

3.6       Jadwal Rencana Kegiatan KPA
            Jadwal rencana kegiatan Kerja Praktek Akhir (KPA) dapat dilihat pada Lampiran 2.