Senin, 10 Maret 2014

PENYIMPANGAN MUTU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERUSAKAN BAHAN PANGAN DALAM KEMASAN

A. PENYIMPANGAN MUTU
Penyimpangan mutu adalah penyusutan kualitatif dimana bahan mangalami penurunan mutu
sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia. Bahan pangan yang rusak mengalami perubahan
cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk dimakan karena mengganggu kesehatan.
Pada kondisi ini maka makanan sudah kadaluarsa atau melewati masa simpan (shelf life).
Penyusutan kuantitatif mengakibatkan kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian, dan ini
disebabkan oleh penanganan yang kurang baik atau karena gangguan biologi (proses fisiologi,
serangan serangga dan tikus). Susut kuantitatif dan susut kualitatif ini penting dalam pengemasan,
dan susut kualitatif lebih penting dari susut kuantitatif.
Pengemasan dapat mempengaruhi mutu pangan antara lain melalui:
1. perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas (monomer plastik,
    timah putih, korosi).                                                      
2. perubahan aroma (flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan O2. 

B. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA BAHAN PANGAN
Bahan pangan akan mengalami perubahan-perubahan selama penyimpanan, dan perubahan
ini dapat terjadi baik pada bahan pangan segar maupun pada bahan pangan yang sudah mengalami
pengolahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan biokimia, kimia atau
migrasi unsur-unsur ke dalam bahan pangan.
1. Perubahan Biokimiawi
Bahan-bahan pangan segar (belum terolah) misalnya biji-bijian, sayuran, buah-buahan, daging
dan susu akan mengalami perubahan biokimia setelah bahan-bahan ini dipanen atau dipisahkan dari
induknya. Bahan-bahan segar ini umumnya mengandung air yang cukup tinggi sehingga
memungkinkan adanya akifitas enzim dan menyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur,
aroma dan nilai gizi bahan. Contoh perubahan biokimiawi yang terjadi pada bahan pangan adalah
pencoklatan pada buah yang memar atau terkupas kulitnya, atau daging segar yang berubah warna
menjadi hijau dan berbau busuk.
2. Perubahan Kimiawi dan Migrasi Unsur-Unsur
Perubahan kimiawi yang terjadi pada bahan pangan disebabkan oleh penggunaan anioksidan,
fungisida, plastisizer, bahan pewarna dan pestisida yang dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan.
Pengemasan dapat mecegah terjadinya migrasi bahan-bahan ini ke dalam bahan pangan.
a. Keracunan Logam
Logam-logam seperti timah, besi, timbal dan alumunium dalam jumlah yang besar akan
bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Batas maksimum kandungan logam dalam
bahan pangan menurut FAO/WHO adalah 250 ppm untuk timah dan besi dan 1 ppm untuk timbal.
Logam-logam lain yang mungkin mencemari bahan pangan adalah air raksa (Hg), kadmiun (Cd),
arsen (Ar), antimoni (At), tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang dapat berasal dari wadah dan mesin
pengolahan atau dari campuran bahan kemasan.
Wadah dan mesin pengolahan yan telah mengalami korosi dapat menyebabkan pencemaran
logam ke dalam bahan pangan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya korosif adalah
asam organik, nitrat, oxidizing agent, atau bahan pereduksi, penyimpanan, suhu, kelembaban dan ada tidaknya bahan pelapis (enamel).
Keracunan yang diakibatkan logam-logam ini dapat berupa keracunan ringan atau berat
seperti mual-mual, muntah, pusing dan keluarnya keringat dingin yang berlebihan.
b. Migrasi Plastik Ke Dalam Bahan Pangan
Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam pembuatan plastik plastisizer, stabilizer dan
antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas dengan kemasan plastik dan
mengakibatkan keracunan. Monomer plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan manusia
adalah vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinilidenklorida dan styrene. Monomer vinil klorida
dan akrilonitril berpotensi untuk menyebabkan kanker pada manusia, karena dapat bereaksi dengan
komponen DNA yaitu guanin dan sitosin (pada vinil klorida) sedangkana denin dapat bereaksi
dengan akrilonitril (vinil sianida). Metabolit vinil klorida yaitu epoksi kloretilenoksida merupakan
senyawa yang bersifat karsinogenik. Tetapi metabolit ini hanya dapat bereaksi dengan DNA jika
adenin tidak berpasangan dengan sitosin.
Vinil asetat dapat menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati pada hewan. Vinil klorida dan
vinil sianida bersifat mutagenik terhadap mikroba Salmonella typhimurium. Akrilonitril dapat
membuat cacat lahir pada tikus-tikus yang memakannya.
Monomer akrilat, stirena dan metakrilat serta senyawa turunannya seperti vinil asetat,
polivinil klorida (PVC), kaprolaktan, formaldehida, kresol, isosianat oragnik, heksa-metilendiamin,
melamin, epidiklorohidrin, bispenol dan akrilonitril dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung.
Plastisizer seperti ester posporik, ester ptalik, glikolik, chlorinated aromatik dan ester asam
adipatik dapat menyebabkan iritasi. Plastisizer DBP (Dibutil Ptalat) pada PVC termigrasi cukup
banyak yaitu 55-189 mg ke dalam minyak zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak
kedele pada suhu 30oC selama 60 hari kontak. Plastisizer DEHA (Di 2-etilheksil adipat) pada PVC
termigrasi ke dalam daging yang dibungkusnya (yang mengandung kadar lemak 20-90%) sebanyak
14.5-23.5 mg/dm2 pada suhu 4oC selama 72 jam.
Plastisizer yang aman untuk kemasan bahan pangan adalah heptil ptalat, dioktil adipat,
dimetil heptil adipat, di-N-desil adipat, benzil aktil adipat, ester dari asam sitrat, oleat dan sitrat.
Stabilizer yang aman digunakan adalah garam-garam kalsium, magnesium dan natrium, sedangkan
antioksidan jarang digunakan karena bersifat karsinogenik.
Laju migrasi monomer ke dalam bahan yang dikemas tergantung dari lingkungan.
Konsentrasi residu vinil klorida awal 0.35 ppm termigrasi sebanyak 0.020 ppm selama 106 hari
kontak pada suhu 25oC. Monomer akrilonitril keluar dari plastik dan masuk ke dalam makanan
secara total setelah 80 hari kontak pada suhu 40oC. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak
monomer plastik yang termigrasi ke dalam bahan yang dikemas. Oleh karena itu perlu penetapan
tanggal kadaluarsa pada bahan yang dikemas dengan kemasan plastik.
Batas ambang maksimum dari monomer yang ditoleransi keberadaannya di dalam bahan
pangan ditentukan oleh hasil tes toksisitas (LD 50) serta jumlah makanan yang dikonsumsi/hari. Di
Belanda toleransi maksimum yang diizinkan adalah 60 ppm migran dalam makanan atau 0.12 mg/
cm2 permukaan plastik. Di Jerman toleransi maksimum yang diizinkan adalah 0.06 mg/cm2
lembaran plastik. Batas toleransi untuk monomer vinil klorida £ 0.05 ppm (di Swedia 0.01 ppm).
Kantong plastik polietilen dan polipropilen mempunyai daya toksisitas yang rendah yaitu dengan
ambang batas maksimum 60 mg/kg bahan pangan.
Metode dan alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan menganalisa migrasi
komponen plastik dalam bahan pangan adalah pelabelan radioaktif, termogravimetri,
spektrofotometer, Gas Chromatography (GC), High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS), yang dapat mendeteksi migran dengan kadar 10-20 gram – 10-6 gram.
Selain monomer plastik, timah putih (Sn) juga dapat bermigrasi pada makanan kaleng dengan
batas maksimum 250 mg/kg. Sn merupakan mineral yang secara alami terdapat pada bahan pangan
yaitu sebesar 1 mg/kg dan dibutuhkan oleh manusia dalam jumlah kecil. Dosis racun dari Sn adalah
5-7 mg/kg berat badan. Sn dapat mengkontaminasi bahan pangan melalui wadah/kaleng dan
peralatan pengolahan. 

C. KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS
Bahan kemasan seperti logam, gelas dan plastik merupakan penghalang yang baik untuk
masuknya mikroorganisme ke dalam bahan yang dikemas, tetapi penutup kemasan merupakan
sumber utama dari kontaminasi. Kemasan yang dilipat atau dijepret atau hanya dilapisi ganda
merupakan penutup kemasan yang tidak baik. Penyebab kontaminasi mikroorganisme pada bahan
pangan adalah :
- kontaminasi dari udara atau air melalui lubang pada kemasan yang ditutup secara hermetis.
- Penutupan (proses sealer) yang tidak sempurna
- Panas yang digunakan dalam proses sealer pada film plastik tidak cukup karena sealer yang
terkontaminasi oleh produk atau pengaturan suhu yang tidak baik.
- Kerusakan seperti sobek atau terlipat pada bahan kemasan.
Kemasan bahan pangan sangat mempengaruhi sterilitas atau keawetan dari bahan pangan yang
sudah disterilisasi, diiradiasi atau dipanaskan dengan pemanasan ohmic. Permeabilitas kemasan
terhadap gas akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, terutama terhadap
mikroorganisme yang anaerob patogen. Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap
kontaminasi mikroorganisme, maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan dari
serangan mikroorganisme. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis kemasan
yang baik untuk mencegah kontaminasi mikroba adalah :
a. Sifat perlindungannya terhadap produk dari masuknya mikroorganisme dari luar kemasan
ke dalam produk.
b. Kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisme di ruangan antara produk dengan
tutup (head space).
c. Serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas. 

D. KERUSAKAN MEKANIS
Faktor-faktor mekanis yang dapat merusak bahan-bahan hasil pertanian segar dan bahan
pangan olahan adalah :
a. Stress atau tekanan fisik, yaitu kerusakan yang diakibatkan karena jatuh atau oleh adanya
gesekan.
b. Vibrasi (getaran), yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan atau kemasan selama
dalam perjalanan atau distribusi. Untuk menanggulanginya dapat digunakan bahan anti
getaran.
Jenis perlindungan yang dapat diberikan kepada bahan pangan atau kemasan bahan pangan
untuk mencegah kerusakan mekanis tergantung dari model dan jumlah tumpukan barang atau
kemasan, jenis transportasi (darat, laut atau udara) dan jenis barang. Kemampuan kemasan untuk
melindungi bahan yan dikemasnya dari kerusakan mekanis tergantung pada kemampuannya
terhadap kerusakan akibat tumpukan di gudang atau pada alat transportasi, gesekan dengan alat
selama penanganan, pecah atau patah akibat tubrukan selama penanganan atau getaran selama
transportasi.
Beberapa bahan pangan misalnya buah-buahan yang segar, telur dan biskuit merupakan
produk yang sangat mudah rusak dan memerlukan tingkat perlindungan yang lebih tinggi untuk
mencegah gesekan antara bahan, seperti penggunaan kertas tissue, lembaran plastik, kertas yang
dibentuk sebagai kemasan individu (misalnya karton untuk telur, wadah buah dan lain-lain). Bahanbahan
pangan lain, dilindungi dengan cara mengemasnya dengan kemasan yang kaku dan
pergerakannya dibatasi dengan dengan kemasan plastik atau stretch/shrink film yang dapat
mengemas produk dengan ketat.
Peti kayu atau drum logam merupakan kemasan dengan perlindungan mekanis yang baik
Kemasan ini sekarang sudah digantikan dengan bahan komposit yang lebih murah yang terbuat dari
kotak serat (fiberboard) dan polipropilen. 

E. KADAR AIR DAN GAS
Kehilangan air atau peningkatan kadar air merupakan faktor yang penting dalam penentuan
masa simpan dari produk pangan. Kemasan memberikan kondisi mikroklimat bagi bahan yang
dikemasnya, dan kondisi ini ditentukan oleh tekanan uap air dari bahan pangan pada suhu
penyimpanan dan permeabilitas kemasan. Pengendalian kadar air pada kemasan dan bahan pangan
dapat mencegah kerusakan oleh mikroorganisme dan enzim, menurunnya nilai penampilan (tekstur)
bahan, kondensasi di dalam kemasan yang mengakibatkan pertumbuhan mikroba atau mencegah
freezer burn pada bahan pangan beku.
Pengaruh perubahan kadar air pada bahan pangan ditunjukkan oleh kurva isotermi sorpsi air
yang menggambarkan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif
keseimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau akivitas air (aw) pada suhu tertentu. Pada
umumnya kurva isotermi sorpsi bahan pangan berbntuk sigmoid (menyerupai huruf S) dan isotermi
sorpsi ini dapat menunjukkan pada kadar air berapa dicapai tingkat aw yang diinginkan ataupun
dihindari, serta terjadinya perubahan-perubahan penting kandungan air yang dinyatakan dalam aw.
Bentuk kurva isotermi sorpsi adalah khas untuk setiap bahan pangan, an daerah isotermiknya
dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung dari keadaan air di dalam bahan pangan tersebut.
Kurva isotermi sorpsi air dibagi menjadi 3 bagian seperti terlihat pada Gambar 2.1. Daerah I
merupakan absorpsi air yang bersifat satu lapis air (monolayer) dan berada pada RH antara 0-20%,
daerah II menyatakan terjadinya pertambahan lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer) yang
terjadi pada RH antara 20-70%, dan daerah III merupakan daerah dimana kondensasi air pada poripori
mulai terjadi (kondensasi kapiler) (Van den Berg and Bruin, 1981).
Bahan pangan yang mempunyai keseimbangan kelembaban relatif (RH) yang rendah, seperti
makanan kering, biskuit dan snack, membutuhkan kemasan dengan permeabilitas terhadap air yang
rendah agar tidak kehilangan kerenyahannya. Jika nilai aktivitas air (aw) dari bahan meningkat
sehingga sesuai dengan tingat aw yang dibutuhkan oleh mikroba, maka mikroba akan tumbuh dan
bahan menjadi rusak.

F. PERUBAHAN SUHU
 Pengaruh insulasi dari kemasan ditentukan oleh konduktivitas panas dan reflektivitas dari
kemasan. Bahan kemasan dengan konduktivitas panas yang rendah misalnya kotak karton,
polystirene atau poliuretan akan mengurangi pindah panas konduksi, dan bahan kemasan yang
reflektif seperti alumunium foil akan merefleksikan panas. Pengendalian suhu penyimpanan
merupakan hal penting untuk dapat menjaga bahan pangan dari perubahan suhu. Jika kemasan
dipanaskan misalnya sterilisasi dalam kemasan atau makanan siap saji yang dipanaskan di dalam
microwave, maka kemasan yang digunakan harus tahan terhadap suhu tinggi.
G. PENGARUH CAHAYA
Transmisi cahaya ke dalam kemasan dibutuhkan agar kita dapat melihat isi dari kemasan
tersebut. Tetapi untuk produk-produk yang sensistif terhadap cahaya, misalnya lemak yang akan
mengalami oksidasi dengan adanya cahaya atau kerusakan riboflavin dan pigmen alami, maka harus
digunakan kemasan yang opaq (berwarna gelap) sehingga tidak dapat dilalui oleh cahaya.
Jumlah cahaya yang dapat diserap atau ditransmisikan tergantung pada bahan kemasan,
panjang gelombang dan lamanya terpapar oleh cahaya. Beberapa bahan kemasan seperti polietilen
densitas rendah (LDPE) mentransmisikan cahaya tampak (visible) dan ultraviolet, sedangkan
kemasan polivinil klorida (PVC) mentransmisikan cahaya tampak tapi cahaya ultraviolet akan
diabsorbsi.
Perubahan yang terjadi akibat cahaya antara lain adalah :
1. Pemudaran warna, seperti pada daging dan saus tomat.
2. Ketengikan pada mentega (terutama jika terdapat katalis Cu).
3. Pencoklatan pada anggur dan jus buah-buahan
4. Perubahan bau dan menurunnya kandungan vitamin A,D,E,K dan C, serta penyimpangan
aroma bir. 

DAFTAR BACAAN
1. Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.
2. Van den Berg,C and S.Bruin, 1981. Water Activity and Estimation in Food System. In : L.B.
Rockland and G. F.Stewart (ed). Water Activity : Influences on Food Quality. Academic
Press, New York.
3. Winarno, F.G. 1990. Migrasi Monomer Plastik Ke Dalam Makanan. Di dalam : S.Fardiaz
dan D.Fardiaz (ed), Risalah Seminar Pengemasan dan Transportasi dalam Menunjang
Pengembangan Industri, Distribusi dalam Negeri dan Ekspor Pangan. Jakarta.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar